Cari Blog Ini

Entri Populer

Tampilkan postingan dengan label puisitik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisitik. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Oktober 2011

Bunga Mawar


Embun hangat menyembul tiba-tiba
Bening kemerah-merahan
keluar dari lobang terhimpit rasa malu
Mengalir melewati sayatan sembilu
Orang menyebutnya perih
Aku lebih senang mengatakannya isak
Isak yang menghangatkan desahan panjang
Perihnya sayatan yang tiada henti
menggores sekujur tubuh
Aku pun hanya bertanya
Kenapa?
Langkahku kah yang mengiris debu halaman orang lain?
Tingkahku kah yang menggoyangkan pagar tetangga?
Kataku kah yang mendudukanku di kursi ruang tamu?
Aku juga seorang manusia
yang kadang salah mengartikan sebuah undangan
Tapi aku juga manusia
yang bisa berjalan tegak
di tengah inginku menjatuhkan kedua tangan
Ah
Mungkin cc otakku yang terlalu rendah
Menganggap semua bunga
bunga mawar
Semua kata
berwarna putih
Semua manusia
Ibuku

Yogyakarta, Kampus Abu-Abu 2009

Rabu, 19 Oktober 2011

Tanda Tanya

Jika kau tanyakan mengapa
mengapa tak kau gali dimana
Jika kau ragukan siapa
mengapa tak kau selami apa
Jika kau merangkul kini
mengapa tak kau peluk dari
Jika kau berdiri mana
mengapa tak kau ikutkan di
Jika kau menerawang ke
mengapa tak kau gunakan ini
Dan jika kau melampaui nanti
lupakah hari pada inti?
                                    Jakarta,17 Oct 11

Kamis, 13 Oktober 2011

KICK THE TIME

Setetes embun menumbuhkan hutan di Puncak dengan imbalan babak belur karena dipukuli
Namun ia merasa hatinya lebih besar dari gunung
Sangat bahagia
Air matanya menetes
untuk kasih sayangnya yang terjelma dari keinginannya berterima kasih atas titipan kehormatannya
Di tengah penderitaan dalam usia jagung
 Ia tersenyum menanti malaikat tanpa menyisakan keputusasaan akan cita dan keinginannya
walau di atas kursi roda
Dunianya indah dalam pengorbanan untuk orang lain walau hanya terlihat dalam sampah, botol plastik dan koran yang dibaca terbalik 
                                                                                Jogja 0312102304

SAPAAN DI UJUNG LORONG

Berada di posisi antara
memaksaku menginjak kata tidak
Mengangkat tangan malu-malu kukibarkan bendera Siti Fatimah
Seperti motor menyelip di kemacetan yang menggal-menggol mencari ruang
Kutempelkan di dahi secarik kertas
Sebuah kata yang kutulis dengan pensil
Di belakngnya ada rambutmu yang tergerai
Tak lurus, berkelok, namun tak keriting
Tak hitam, menguning-memerah, namun tak pirang
Matamu yang bergerak ke sudut atas mengatakan ketidaksetujuan yang terurai
Dalam keindahan
Tak perlu kugambar karena selalu ada
Tak perlu kuukir karena tetap membekas
Aku tahu kau tahu
Tapi aku masih tersesat mencari pena yang tintanya tersimpan di antara lipatan bajumu 
                                                                         Bekasi 1111101012

Selasa, 11 Oktober 2011

Kisah Seorang Dewi

(untuk tanah kelahiran)
batuk kecil anakmu kerap mengganggu tidurmu yg gelisah
walau kecil batuk itu mengurai keluh panjang dari untaian musim yg resah
musim yg tak lagi lahir dari sisa jejak kaki mereka yang berjalan dengan hati dan berteman dengan alam
singgasana biru bertatakan permata lungguh simpuh dipangkuanmu
sang ratu yang bertahta mewakilkan diri pada empat puluh nyawa menjaga pulau
dan mewariskan sebuah batu bercungkup tertutup untuk menghadirkannya
selendang hijau tergerai panjang menutupi waktu yang dilewatinya
dilewatinya pula anak cucunya sehingga tak lagi ada kata kenal diantara mereka
namun bukan karena mengabaikannya
bahkan tak sekali ia menangis dibalik selimutnya yg geram karena ulah anak cucunya
dengan alasan mengenal jati diri,mewarisi tradisi,menjaga harga diri atau bahkan mencari sesuatu yang alami ditambah nafsu ragawi
mereka tak lagi mengingat sopan santun dan tata krama yang kau ajarkan
mengingatnya saja tak lagi tak tabu
rumahmu yang juga rumahnya
dimasuki dengan dobrakan dan umpatan
berteriak mereka dikamar pribadimu selagi kau meringkuk demam tinggi yang melumpuhkan
                                                                        yogyakarta, pada sebuah pojok

Sebuah Bingkai

jika memang benar kau merasa
kutujukan puisi ini padamu
dengan kata sederhana bermodal hati
seperti waktu yg sudah
senyummu,tatap matamu dan keenggananmu
kubungkus selembar rasa yg slalu kuingin kau tau
sebuah rasa yg selama ini kulumuri di sekujur tubuhku
dan setiap saat kutempelkan pada harimu
aku tau kita kadang bercinta dalam diam
mengembara bergandeng rindu dalam khayal dan kemudian kita berjalan kaki ke beberapa sudut,mengantongi sepotong asap dalam bentuk tanda tanya
aku juga tau kita seringkali dipaksa mengabaikan letih,duduk sendiri dan berkelana sendiri dalam kata dan makna
sehingga malampun enggan memberi hitam karena tak sengaja kita mengusirnya dengan kokok ayam
jika kau ingat
ketika kala menyimpuhmu dalam duka
perih menusuk ubun-ubunku
ingin rasanya kubelai rambutmu walau mungkin tak mampu mengeringkan air matamu
ketika masa memberimu riang yg gelisah
dan kau menatap dunia dengan tanya
kuberikan serangkai kata melalui pandang mata sambil kuketuk hatimu dengan hati
mungkin kau lupa atau entah tak sengaja
tak memutarx dalam hidupmu
apapun itu
kau tetaplah dirimu yg mengisi hdupku
mewarnaiku dg caramu sendiri
mungkinkah kuhapus memori kita duduk dipinggir kolam
melihat ikan sambil kadang membayangkan memanggang dan memakanx bersama
kita pun tertawa
dalam lingkar bangku berjejer
teh tarik,aneka jus,kerupuk,kopi,beragam makanan selalu kita sergap dengan bergelak tawa,segumpal asap,setangkai asa dan serangkai cerita
tak kulupa ceritamu
takkan kulupa hangatmu
bersamamu kulihat air mata,rahasia hidup,gosip,kebencian dan cinta,harapan dan doa
berjejer mengisi hari
berjejal dalam waktu yg kini terasa sempit
ah indahx hari itu
kepadamu kuulurkan terimaksih dan cinta
                                                                       yogyakarta,pada suatu waktu